Salah satu stakeholder proyek adalah Seller yang dapat mencakup kontraktor umum, subkontraktor, konsultan, atau yang lain yang dimana bertugas untuk melaksanakan proyek pada batasan lingkup proyek tertentu. Seller dapat melaksanakan sebagian dari satu fase hingga beberapa fase sekaligus. Sebagai contoh pada proyek konstruksi, Seller dapat berupa :
- Konsultan perencana struktur melaksanakan sebagian dari fase perencanaan.
- Kontraktor umum melaksanakan fase konstruksi.
- Subkontraktor M/E melaksanakan sebagian fase konstruksi.
- Kontraktor EPC melaksanakan fase perencanaan engineering, procurement, dan konstruksi sekaligus.
Pembahasan pada topik spesial ini akan membahas secara khusus manejemen lingkup pada salah satu seller yaitu kontraktor umum yang secara praktiknya di Indonesia banyak mengalami kegagalan manajemen proyek terutama pada aspek manajemen lingkup yang berdampak pada tingkat kerugian dan keterlambatan proyek yang sangat tinggi yang sering tidak disadari dan terjadi secara berulang.
Pelaksanaan manajemen lingkup bagi kontraktor pada dasarnya dapat menggunakan standar PMBOK 5th Edition. Namun sesuai dengan bidang bisnisnya yaitu mengerjakan sebagian lingkup proyek, sehingga terdapat beberapa perbedaan dengan Pemilik Proyek dalam hal manajemen lingkup. Perbedaan utama manajemen lingkup antara keduanya terletak pada acuan atau sumber definisi lingkup dimana Pemilik Proyek mengacu pada tujuan proyek dan Kontraktor mengacu pada kondisi kontrak. Tabel di bawah adalah beberapa perbedaan prinsip lainnya antara kontraktor dan Pemilik Proyek yang terkait dengan manajemen lingkup, yaitu :

Pada Tabel di atas dapat disimpulkan bahwa kontraktor dapat menggunakan proses standar manajemen lingkup yang mengacu pada PMBOK 5th Edition. Namun kontraktor dan pihak seller lainnya seperti subkontraktor dan supplier, harus melakukan beberapa penyesuaian yang mengacu pada maksud pengelolaan lingkup berdasarkan PMBOK 5th Edition.
Perbedaan utama pengelolaan lingkup oleh kontraktor atau seller lainnya terhadap pemilik proyek adalah terletak pada adanya kontrak atau perjanjian. Kontraktor atau seller lainnya tidak membuat lingkup, namun melakukan review atas lingkup pekerjaan yang ada di dalam dokumen kontrak. Review lingkup harus dilakukan seawal mungkin pada proses pengadaan dimana hasil review dapat disampaikan pada saat rapat penjelasan lelang.
Acuan validasi lingkup kontraktor atau seller lainnya juga menggunakan dokumen kontrak. Pada kontrak, harusnya terdapat pasal-pasal yang mengatur mengenai validasi lingkup. Namun pada praktiknya, pasal-pasal tersebut jarang ada pada kontrak atau tidak lengkap dan tidak jelas. Hal ini menyebabkan seringnya terjadi dispute proses validasi lingkup yang berdampak pada hambatan dalam pelaksanaan proyek.
Proses pengendalian lingkup oleh kontraktor atau seller lainnya akan mengacu pada dokumen-dokumen kontrak. Lingkup pekerjaan yang harus dikerjakan adalah lingkup yang sesuai dengan dokumen kontrak. Adanya lingkup pekerjaan di luar perjanjian kontrak, akan menjadi suatu variasi pekerjaan.
Jenis-jenis perjanjian kontrak juga sangat mempengaruhi bagaimana lingkup pekerjaan akan dikelola oleh kontraktor atau seller lainnya. Terdapat dua jenis kontrak utama yang sangat mempengaruhi pengelolaan lingkup pada seller, yaitu jenis kontrak unit price dan lump sum. Jenis kontrak lump sum memberikan risiko yang tinggi terkait lingkup kepada kontraktor, sehingga harus menjadi perhatian yang utama dalam pengelolaannya.
Referensi : Buku Advanced and Effective Project Management
Untuk melihat daftar artikel ⇒ Table of Content, dan konsultasi Project Management ⇒ Konsultasi. Daftar karya ada pada ⇒ Innovation Gallery, dan daftar riset pada ⇒ Research Gallery