Saya tergelitik untuk mencoba menuangkan pengalaman mengerjakan proyek dengan kontrak lump sum. Judul di atas adalah salah satu pendapat orang mengenai kontrak lump sum yang pernah saya hadapi. Jadi jangan anggap judul di atas adalah hal yang benar walaupun ini benar-benar fakta. Saya ungkap semua pendapat dan kejadian tentang kontrak lump sum yang saya temui dalam tulisan ini. Bukan benar atau salah, ini hanya memberi informasi saja. Saya cuplik juga beberapa referensi tentang kontrak lump sum agar ada komparasi antara pemahaman saat ini dan berdasarkan referensi. Para pembaca yang juga punya pengalaman serupa, silahkan isi komentar anda…dengan senang hati.
Saya ungkap dulu pendapat beberapa orang dan juga kejadian tentang kontrak lump sum yang pernah saya temui dalam daftar berikut:
- Kontrak lump sum itu hanya boleh ada pekerjaan kurang dan tidak boleh ada pekerjaan tambah.
- Kontrak lump sum itu segala risiko pekerjaan ditanggung kontraktor. Walaupun ada perubahan design oleh owner yang menyebabkan penambahan biaya.
- Kontrak lump sum itu cocok untuk pekerjaan gedung, untuk pekerjaan konstruksi selain gedung tidak cocok. Ada juga yang bilang kalau untuk gedung, bangunan atas dibuat lump sum dan struktur bawah unit price.
- Pada lelang proyek pemerintah dengan kontrak lump sum, panitia memberikan BQ kosong yang harus sama volumenya oleh Penawar. Panitia juga melakukan koreksi aritmatik, bahkan jika lelang dilakukan dengan cara online (e-proc)
- Pada pelaksanaan proyek pemerintah, audit pemeriksa dilakukan dengan mencocokkan BQ dengan pelaksanaan di lapangan.
- Kontrak lump sum tidak ada eskalasi harga pada sebagian proyek pemerintah. Walau kontrak adalah multi years.
- Ada proyek pemerintah yang dalam pelaksanaan berubah jenis kontraknya yang semula lump sum menjadi unit price karena beberapa item pekerjaan volume lebih banyak dari pelaksanaan.
- Pada proyek pemerintah, umumnya pekerjaan tambah-kurang dihitung secara unit price walaupun kontraknya lump sum.
- Nilai pekerjaan tambah suatu item pekerjaan tidak boleh lebih besar dari 10% Nilai Kontrak dengan alasan kontrak lump sum. Jadi max 10% walaupun volume terhitung menunjukkan nilai pekerjaan tambah lebih dari 10%.
- Umumnya pada proyek swasta, volume penawaran kontraktor boleh beda tapi diklarifikasi dan dicek atau dihitung bersama perbedaannya. (terutama yang lebih besar)
- Pada salah satu proyek swasta setelah negosiasi, pernah dilakukan penyesuaian nilai kontrak gara-gara volume salah satu item pekerjaan berlebih. Jadi nilai kontrak dikurangi.
- Pada salah satu proyek internasional di Jakarta dengan kontrak lump sum, penambahan biaya akibat penyesuaian design pondasi karena kondisi tanah banyak sisa pondasi existing tidak diakui. Dimana dalam proses lelang informasi mengenai kondisi tanah tersebut tidak disampaikan.
- Jika ada pekerjaan tambah dengan item pekerjaan yang sama (contoh bekisting) namun bekisting pada pekerjaan tambah harus dikerjakan dengan metode yang berbeda, maka harganya harus sama dengan harga pada kontrak awal.
- Jika kontraktor dalam pelaksanaannya merubah metode pelaksanaan agar lebih efisien maka harga direview. Contoh perubahan penggunaan alat yang semula menggunakan Tower Crane menjadi Mobile Crane.
- Setelah pekerjaan selesai, dilakukan perhitungan final mengenai volume riel pekerjaan, walaupun kontrak adalah lump sum. (Proyek pemerintah dan swasta).
- Jika ada perbedaan gambar antara gambar denah dan detil maka dipakai yang biayanya lebih tinggi. Begitu pula jika terjadi perbedaan antara gambar dan spesifikasi, maka yang digunakan adalah yang harganya lebih tinggi.
- Jika ada item pekerjaan yang tidak terdapat di dokumen manapun tapi harus ada karena untuk melengkapi sistem, maka pekerjaan itu harus dikerjakan tanpa penambahan biaya.
- Masih banyak lagi variasi pendapat dan kondisi yang terjadi…
Sekali lagi bukan salah atau benar. Saya hanya memetakan pendapat dan kondisi yang ada. Toh saya yakin sebagian pembaca yang berkecimpung dalam dunia proyek konstruksi mungkin pernah mengalami satu atau sebagian pendapat dan kondisi di atas Pembaca silahkan menilai karena kita bebas berpendapat. Tujuan saya hanya ingin jika ada yang salah, mari kita coba sama-sama benahi sesuai kapasitas dan posisi kita sekarang.
Supaya ada gambaran yang lebih baik mengenai konsep kontrak lump sum, saya coba mencari beberapa referensi yang ada, dan disimpulkan sebagai berikut:
1. Fixed-price or lump-sum contracts. This category of contract involves a fixed total price for a well-defined product. Fixed-price contracts can also include incentives for meeting or exceeding selected project objectives, such as schedule targets. The simplest form of a fixed-price contract is a purchase order for a specified item to be delivered by a specified date for a specified price. (PMBOK 3rd Edition)
2. Written agreement under which a principal (customer or owner) agrees to pay a contractor a specified amount, for completing a scope of work (involving a variety of unspecified items of work) without requiring a cost breakdown. (www.businessdictionary.com/definition/lump-sum-contract.html )
3. The term firm fixed price or lump sum contract refers specifically to a type or variety of fixed price contract where the buyer or purchaser pays the seller or provider a fixed total amount for a very well-defined product, however there is the allowance within these for a variance in the event there are incentives attained through project incentives achieved or targets met. There are benefits of this type of contract to both the buyer and the seller, and these are similar to those for the fixed price incentive fee contract. To the seller, it is beneficial because it typically allows for the seller or provider to charge a reasonable base fee, yet also allows for exceptional performance to be rewarded further. However, for the buyer that also provides a very tangible benefit. The buyer typically will be paying a very reasonable base fee up front, but there is of course the chance that the price will go up in the future if certain conditions are met. This term is defined in the 3rd edition of the PMBOK but not in the 4th. ( www.project-management-knowledge.com )
4. Lump Sum Typically used with Design-Bid-Build method of project procurement. A lump sum contract, sometimes called stipulated sum, is the most basic form of agreement between a supplier of services and a customer. The supplier agrees to provide specified services for a specific price. The receiver agrees to pay the price upon completion of the work or according to a negotiated payment schedule. In developing a lump sum bid, the builder will estimate the costs of labor and materials and add to it a standard amount for overhead and the desired amount of profit. Most builders will estimate profit and overhead to total about 12-16 percent of the project cost. This amount may be increased based on the builder’s assessment of risk. If the actual costs of labor and materials are higher than the builder’s estimate, the profit will be reduced. If the actual costs are lower, the builder gets more profit. Either way, the cost to the owner is the same. In practice, however, costs that exceed the estimates may lead to disputes over the scope of work or attempts to substitute less expensive materials for those specified. The Stipulated Sum contract may contain a section that stipulates certain unit price items. Unit Price is often used for those items that have indefinite quantities, such as pier depth. A fixed price is established for each unit of work. Contractor free to use any means and methods to complete work. Contractor responsible for proper work performance. Work must be very well defined at bid time. Fully developed plans and specifications required. Owner’s financial risk low and fixed at outset. Contractor has greater ability for profit. Requirements (Good project definition, Stable project conditions, Effective competition essential when bidding, Much longer time to bid and award this type of project, Minimum scope changes due to higher mark-ups than occurred at bidding. Advantages (Low financial risk to Owner, High financial risk to Contractor, Know cost at outset, Minimum Owner supervision related to quality and schedule, Contractor should assign best personnel due to maximum financial motivation to achieve early completion and superior performance, Contractor selection is relatively easy. Disadvantages (Changes difficult and costly, Early project start not possible due to need to complete design prior to bidding, Contractor free to choose lowest cost means, methods, and materials consistent with the specifications. Only minimum specifications will be provided, Hard to build relationship. Each project is unique, Bidding expensive and lengthy, Contractor may include high contingency within each Schedule of Value item.
5. With this kind of contract the engineer and/or contractor agrees to do the a described and specified project for a fixed price. Also named “Fixed Fee Contract”. Often used in engineering contracts.( www.engineeringtoolbox.com/contract-types-d_925.html )
6. Lump Sum / Fixed Price Contracts. In this type of contract, the Contractor is generally free to employ whatever methods and resources it chooses in order to complete the work. The Contractor carries total responsibility for proper performance of the work although approval of design, drawings, and the placement of purchase orders and subcontracts can be monitored by the Owner to ensure compliance with the specification. The work to be performed must be closely defined. Since the contractor will not carry out any work not contained in the specification without requiring additional payment, a fully developed specification is vitally important. The work has to be performed within a specified period of time, and status/progress can be monitored by the Owner to ensure that completion meets the contractual requirements. The lump sum/fixed price contract presents a low financial risk to the Owner, and the required investment level can be established at an early date. This type of contract allows a higher return to the Contractor for superior performance.
A good design definition is essential, although this may be time-consuming. Further, the bidding time can be twice as long as that for a reimbursable contract bid. For Contractors, the cost of bids and the high financial risk are factors in determining the lump sum approach. (www.projectmanagement.20m.com/custom4.html )
7. Lump Sum Contract : Jenis kontrak dimana Kontraktor setuju untuk melaksanakan semua scope of work yang ditawarkan sesuai dengan persyaratan yang disepakati (gambar konstruksi, spesifikasi,schedules,dan semua persyaratan dalam dokumen lainnya) dengan risiko sepenuhnya ditanggung oleh Kontraktor. (Asiyanto, 2004).
8. Kontrak lump sum adalah jenis kontrak kerja konstruksi atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam batas waktu tertentu, dengan jumlah harga yang pasti dan tetap, dan semua resiko yang mungkin terjadi dalam proses penyelesaian pekerjaan sepenuhnya ditanggung penyedia jasa. (Permen PU No 043 Buku 2 Tahun 2007)
9. Dalam buku Mengenal Kontrak Konstruksi di Indonesia oleh Nazarkhan Yasin disebutkan beberapa definisi lump sum sebagai berikut:
- suatu kontrak dimana volume pekerjaan yang tercantum dalam kontrak tidak boleh diukur ulang (a fixed lump sum price contract is a contract where the bill of quantities is not subject to measurement)
- PP no 29/2000 : lump sum adalah kontrak jasa atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam jangka waktu tertentu dengan jumlah harga yang pasti dan tetap serta semua risiko yang mungkin terjadi dalam proses penyelesaian pekerjaan yang sepenuhnya ditanggung oleh Penyedia Jasa sepanjang gambar dan spesifikasi tidak berubah. Dalam hal terjadi pembetulan perhitungan perincian harga penawaran, karena adanya kesalahan aritmatik maka harga penawaran total tidak boleh diubah. Perubahan hanya dilakukan pada salah satu atau volume atau harga satuan, dan semua risiko akibat perubahan karena adanya koreksi aritmatik menjadi tanggung jawab sepenuhnya Penyedia Jasa, selanjutnya harga penawaran menjadi harga kontrak / harga pekerjaan.
- “A definitive and fixed price is agreed upon prior to contract award. This price remains form for the life of the contract and it is not subject to adjustment except for the changes in scope of work or performance conditions and owner’s ordered extras. Under lump sum agreement, cost risk to the owner is minimal-given adequate binding and performance controls” by Robert D. Gilbreath Buku Managing Construction Contract hal 43.
- Kesimpulan dari Nazarkhan Yasin adalah bahwa sepanjang tidak ada perubahan lingkup, maka nilaik kontrak akan tetap dan volume tidak boleh diukur ulang. Tapi apabila terjadi perubahan lingkup maka nilai kontrak akan berubah.
10. A lump sum is a single payment of money, as opposed to a series of payments made over time (such as an annuity). It could be an agreement where in real estate development a developer or owner pays for the completed project by a general contractor and does not require a detailed breakdown of every cost. (Wikipedia)
Dalam buku Project Management (A system approach to planning, schedulling, and controlling) karya Harold Kerzner disebutkan mengenai konsep kontrak lump sum dalam tulisan-tulisan berikut ini:
Dalam buku Architect’s Legal Handbook: The Law for Architects karya Anthony Speaight dijelaskan perbedaan kontrak lump sum dan unit price seperti gambar di bawah ini
Sekarang mulai terjawab perbandingan antara pendapat beberapa orang kondisi mengenai kontrak lump sum dengan referensi yang ada. Saya menyajikan data, pembaca yang menyimpulkan. Semoga bermanfaat. Kesimpulan kontrak lump sum berdasarkan referensi ini dapat dilihat pada posting artikel “Kontrak Lump Sum berdasarkan referensi”
Referensi : Buku Advanced and Effective Project Management
Untuk melihat daftar artikel ⇒ Table of Content, dan konsultasi Project Management ⇒ Konsultasi. Daftar karya ada pada ⇒ Innovation Gallery, dan daftar riset pada ⇒ Research Gallery
ditulis karena pengalaman pahit, namun berkesan…he3,
Suatu kehormatan bagi saya pernah bekerja bersama, Terima kasih ilmunya Pak
Sekedar bagi-bagi pengalaman dan referensi aja pak kris dan supaya saya terus recharge ilmu dengan membaca dan berbagi. Senang ketemu pak kris juga dalam satu proyek.
bagaimana dengan pengadaan alat kantor berupa elektronik ( PC dan Printer ) apakah bisa menggunakan “Lump sum” sedangkan proyek itu ditandatangani bulan juli dan dinyatakan selesai tetapi dalam realitynya CV tersebut belum dapat memenuhi perubahan spek yang disebabkan oleh ketiadaan barang dipasar.
kontrak lump sum tidak mengharamkan adanya perubahan. Adanya perubahan spek karena ketiadaan barang dipasar, harusnya dibuktikan oleh surat dari produsen. Lalu perubahan spek apabila spek pengganti adalah masuk kategori setara dalam RKS maka tidak akan terjadi pekerjaan tambah-kurang, namun apabila terjadi perubahan spek yang tidak setara atau spek di bawah kualifikasi RKS, maka akan terjadi pekerjaan kurang demikian pula jika spek meningkat, maka akan terjadi pekerjaan tambah.
Yth. Pak Budisuanda,
Untuk pengadaan barang/jasa di lingkungan pemerintah, dalam
Pasal 51 ayat (1) Perpres 54/2010 dinyatakan bahwa:
“Kontrak Lump Sum merupakan Kontrak Pengadaan Barang/Jasa atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam batas waktu tertentu sebagaimana ditetapkan dalam Kontrak, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. jumlah harga pasti dan tetap serta tidak dimungkinkan penyesuaian harga;
b. semua risiko sepenuhnya ditanggung oleh Penyedia Barang/Jasa;
c. pembayaran didasarkan pada tahapan produk/keluaran yang dihasilkan sesuai dengan isi Kontrak;
d. sifat pekerjaan berorientasi kepada keluaran (output based);
e. total harga penawaran bersifat mengikat; dan
f. tidak diperbolehkan adanya pekerjaan tambah/kurang”
Bagaimana menurut pendapat Bapak mengenai aturan ini?
(khususnya berkenaan dengan tidak diperbolehkannya adanya pekerjaan tambah/kurang).
Terima kasih.
Pekerjaan tambah dan kurang tidak diperbolehkan sepanjang tidak terjadi perubahan gambar dan spesifikasi. Jika mengalami perubahan, Maka tetap harus ada pekerjaan tambah/kurang.
pak, jika di klausul kontrak lumpsum tdk diatur ttg price adjusment dan kmudian kontrak dia addendum dg memunculkan ttg price adj tsb..sebenarnya addendum ttg price adjusment boleh dilakukan brp kali (meskipun dlm hal ini pr pihak setuju dan tidak ada ketentuan/peraturan yg dilanggar)..tetapi jika itu dilakukan lebih dr 1x dan merugikan negara bagaimana?mhon pencerahan
Pada dasarnya, kontrak adalah kesepakatan kedua belah pihak. Artinya jika kedua belah pihak setuju, maka addendum ttg price adjustment menjadi tidak masalah. Namun pada proyek pemerintah, perlu diperhatikan ketentuan yang ada dalam perundang-undangan terkait price adjustment. Umumnya price adjustment atau eskalasi harga terdiri atas dua hal yang utama, yaitu peningkatan harga akibat inflasi murni atau normal dan inflasi tidak normal akibat kondisi khusus. Untuk yang inflasi normal, hal tersebut ada pada kontrak multiyears (umumnya) dan untuk inflasi akibat kondisi khusus misalnya karena kenaikan BBM atau kebijakan pemerintah lainnya, biasanya ada ketentuan khusus dari pemerintah yang dituangkan dalam suatu surat atau keputusan tingkat menteri. Yang jadi masalah seringkali adalah pengertian kontrak lump sum dimana disebutkan bahwa kontrak tersebut adalah kontrak harga pasti yang semua risiko ditanggung oleh penyedia jasa. Pengertian semua risiko ini yang sering disalah artikan, karena kontraktor menghitung risiko itu ada pedomannya. Contoh dalam menghitung risiko biaya pengiriman material yang kemungkinan akan ada kerusakan material selama proses transportasi, atau perbaikan pekerjaan yang tidak sempurna, atau kesalahan perhitungan volume, dll. Kontraktor tidak akan pernah tau adanya kenaikan harga akibat tingkat inflasi dan apalagi kebijakan pemerintah. Justru terkesan ada “kolusi” jika kontraktor jauh hari tahu ada kebijakan pemerintah khusus misalnya tentang kenaikan BBM dan berapa tingkat kenaikannya. Demikian pula dengan kenaikan harga akibat inflasi normal. Bahkan BPS pun tidak berani spekulasi mengenai besaran inflasi normal. Inflasi normal ini, seperti kita ketahui adalah kenaikan yang disebabkan oleh begitu banyak faktor baik dari dalam maupun dari luar. Faktor dari dalam seperti kondisi pasar (supply-demand, cuaca buruk yang menyebabkan harga naik, praktik ekonomi monopoli, kartel, dll), dan faktor dari luar seperti krisis global yang mempengaruhi nilai kurs, harga minyak, keamanan, dll). Kedua faktor yang menyebabkan inflasi tersebut jelas-jelas di luar kemampuan kontraktor untuk menghitungnya. Oleh sebab itu, sebaiknya pengertian segala risiko atas harga harus dipahami secara lebih jernih karena tidak ada satu pihak pun yang mampu untuk memprediksinya. Lalu mengenai frekuensi pengajuan price adjustment, tergantung dari ketentuan addendum kontrak yang telah disetujui dan peraturan yang berlaku. Tapi menurut saya, umumnya terjadi cukup sekali kecuali bila terjadi kebijakan pemerintah lebih dari satu kali dalam masa kontrak atau price adjustment diajukan secara bulanan untuk yang inflasi normal.
Sebagai counter Perpres 54 2010 Pasal 51 Ayat 1, dimana tertulis untuk kontrak lumpsum tidak diperbolehkan adanya pekerjaan tambah/kurang adalah Perpres 54 2010 Pasal 87 ayat 1 (Pasal Perubahan Kontrak) yang berbunyi :
Dalam hal terdapat perbedaan antara kondisi lapangan pada saat pelaksanaan, dengan gambar dan/atau spesifikasi teknis yang ditentukan dalam Dokumen Kontrak, PPK bersama Penyedia Barang/Jasa dapat melakukan perubahan Kontrak yang meliputi:
a. menambah atau mengurangi volume pekerjaan yang tercantum dalam Kontrak
b. menambah dan/atau mengurangi jenis pekerjaan
c. mengubah spesifikasi teknis pekerjaan sesuai dengan
d. kebutuhan lapangan; atau
e. mengubah jadwal pelaksanaan.
Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa, sepanjang gambar dan spesifikasi tidak berubah, maka harga kontrak tidak berubah. Namun apabila terjadi perubahan gambar dan spesifikasi (review design) maka dilakukan pekerjaan tambah kurang
Pak,
Apakah dalam kontrak Lumpsum, kelebihan material menjadi milik Kontraktor?
Contoh kasus yg biasa terjadi: Sifat Kontrak Lumpsum. Dalam kontrak, volume kedalaman pemancangan 36m (data soil test dilakukan oleh Owner), ternyata pada saat pemancangan hanya dapat masuk 30m. Kontraktor berpendapat bahwa kontraktor sudah melaksanakan pekerjaan sesuai dgn kontrak dan Owner (termasuk konsultan pengawas) setuju kedalaman sampai 30m saja. Oleh karena itu kontraktor mengklaim kelebihan pipa pancang merupakan milik kontraktor. Sedangkan owner berpendapat bahwa pipa pancang itu miliknya, karena sudah dibayar. Mana yang benar sesuai dengan hukum kontrak di Indonesia?
Kasus lain, apabila kedalaman pancang ternyata 40m, apakah kontraktor berhak meminta pekerjaan tambah? (mengingat pekerjaan soil test dilakukan oleh owner, dan owner meminta agar pemancangan dilanjutkan sampai 40m)
Mohon komentarnya
Tks
Dalam kontrak lump sum, nilai kontrak tidak akan berubah sepanjang tidak terjadi perubahan dalam pelaksanaan. Dalam kasus di atas, kelebihan volume tidak akan dikembalikan ataupun ditambah. Hal ini dengan catatan bahwa design sudah sesuai kondisi tanah yang ada. Apabila design tidak sesuai atau data tanah kurang representatif sehingga ada perbedaan, maka perlu dilakukan penambahan / pengurangan akibat perubahan yang terjadi. Namun demikian, akan sangat baik khusus untuk pekerjaan bawah tanah yang memiliki tingkat ketidakpastian yang tinggi, digunakan jenis kontrak unit price untuk menghindari konflik dimana banyak pihak masih memiliki argumentasi sendiri-sendiri yang berbeda-beda.
“Dalam kontrak lump sum, nilai kontrak tidak akan berubah sepanjang tidak terjadi perubahan dalam pelaksanaan. Dalam kasus di atas, kelebihan volume tidak akan dikembalikan ataupun ditambah.” —–> apakah ini berarti kelebihan tiang pancang tsb menjadi milik kontraktor? (apakah ada dasar hukumnya?)
Lalu bagaimana bila dalam pelaksanaan ternyata berbeda dgn gambar, misalnya lebih dalam dari kontrak —-> apakah kontraktor berhak meminta kerja tambah?
Tks
iya, kelebihan pancang tersebut akan menjadi hak kontraktor. Demikian pula sebaliknya jika volume pelaksanaan kurang terhadap RAB, maka itu menjadi tanggung jawab kontraktor untuk menambahnya. Begitulah sifat kontrak lump sum. Hal ini berlaku hanya jika tidak ada perubahan kondisi gambar dan spesifikasi / RKS dalam kontrak. Namun jika dalam pelaksanaan terjadi perubahan gambar dan spesifikasi, maka volume perubahannya saja yang dihitung ulang. Tidak ada referensi yang benar-benar jelas dan detail menjelaskan tentang masalah ini. Sehingga di lapangan sering terjadi perdebatan antar pihak kontraktor-owner-konsultan-auditor. Dasar hukum yang dapat dipelajari adalah Permen PU no 43/PRT/M/2007.
Proyek Menara Jakarta yang sebelumnya terhenti akibat badai krisis moneter, akan kembali dilanjutkan kembali.
Pak Budi, artikelnya sangat mengispirasi.
Kontrak lumpsum saat ini banyak yang banci, kita liat saja para owner melalui QS mau dan cenderung suka dengan pekerjaan kurang tetapi tidak mau / suka dengan pekerjaan tambah. Saran untuk para kontraktor yang tender kontrak lumpsum harus teliti saat proses anwizjing dan perhitungan RAB serta memasukkan biaya resiko yang akurat
betul..pemahaman orang tentang dua jenis kontrak tersebut sering banci. pakai lumpsum tpi sebagian klausul kontrak berbau unit price, demikian pula sebaliknya. Mungkin perlu suatu aturan yang menjelaskan lebih rinci mengenai dua jenis kontrak tersebut, klo perlu termasuk contoh kasusnya.
Kontrak Lumpsum tetap berdasarkan Perpres 54 tahun 2010. Diperjelas lagi dilampiran tentang Kontruksi. Volume penawaran, menjadi kontrak pelaksanaan.
Apabila ada pekerjaan yang belum termasuk di BQ disampaikan saat aanwizing. Setelah kontrak, tidak tambah dana & tidak tambah kurang. Bila masih terjadi pekerjaan tambah, menjadi tanggung jawab penyedia jasa & tidak boleh kurang.
Sy mau bertanya tentang point no.13 yang bapak tulis,
13 .Jika ada pekerjaan tambah dengan item pekerjaan yang sama (contoh bekisting) namun bekisting pada pekerjaan tambah harus dikerjakan dengan metode yang berbeda, maka harganya harus sama dengan harga pada kontrak awal.
(Sy pernah punya kasus serupa dilapangan waktu itu ada pengecoran yang tidak memungkinkan menggunakan beton ready mix, harus dengan beton instan. Kontraktor bersikeras memintan dibuatkan SI (Site Instruciton) untuk dasar VO (Variation Order) karena kontraknya Lump Sump, dalam hal ini siapa yang betul, owner atau kontraktor)
pak budi, perkenalkan saya mahasiswi di salah satu politeknik negeri , kebetulan saya saat ini akan menyusun tugas akhir mengenai dokumen kontrak proyek,artikel bapak sangat membantu saya untuk lebih memahami mengenai jenis kontrak yang ada di proyek. apakah saya bisa meminta data di salah satu proyek yang bapak kerjakan mengenai topik tugas akhir saya ? karena saya butuh data sekunder dari proyek-proyek yang sedang atau telah dilaksanakan, dan saya agak kesulitan mencari proyek yang mau memberikan data yang saya butuhkan. terimakasih sebelumnya pak 🙂
Kira2 data apa yang dibutuhkan? dan apa judul tugas akhirnya?
saya butuh data-data seperti dokumen kontrak, kurva S, spesifikasi material, yang saya cari adalah pekerjaan/proyek jalan/jembatan dengan jenis unit price pak, untuk judul sendiri masih belum fix pak,, bisa tidak pak membantu saya yang sedang kebingungan mencari data ini ? :D,,, terimakasih sebelumnya 🙂
Mohon maaf, saya spesialis proyek gedung sehingga tidak mempunyai data2 yg dimaksud. Namun saran saya akan lebih baik jika punya judul terlebih dahulu sehingga akan tahu detail data yang dibutuhkan.
kebetulan saya mengalami project sprti itu,,
bagaimana untuk menyikapinya atau antisipasinya pak bud?
karena klo memang di kontrak menyatakan lump sum,,kenapa di RABnya tidak di buat lump sum aja semuanya pak?
mohon penjelasannya..
karena memang saya bukan praktisi di bidang hukum pak.
Fakta yang kau berikan sempurna sangat keren dan rupawan sekali bedinde, terima kasih berlimpah-ruah atas informasinya dan definisi yang erat berikan dengan website ini
Selamat siang Pak, saya sedang melakukan penelitian dan membutuhkan narasumber untuk wawancara terkait dengan kontrak konsultan Manajemen Konstruksi, apakah saya dapat berdiskusi dengan Bapak? atau apakah Bapak memiliki rekan yang dapat membantu saya? Terima kasih
Mohon maaf kebetulan saya tidak begitu memahami kontrak konsultan manajemen konstruksi.
Pak budi, tanya nih. Jika setelah proses lelang di proyek pemerintah dengan sistem kontrak gab lumpsum dan unit price. Ternyata item di gambar tidak ada volume di rab, plus lupa diliat pada saat aanwyzing, maka item pekerjaan di gbr dapat gak diminta pekerjaan tambah di rab kontrak ? Makasih
Umumnya pada proyek pemerintah, item pekerjaan yang dibuat unit price adalah pekerjaan pondasi / substructure atas dasar ketidakpastian kedalaman tanah keras atau alasan lain. Namun yg lainnya bersifat lump sum. Jika ada kasus item yang tidak ada di RAB, maka rasanya ini menjadi risiko kontraktor. Tapi harus check jika kontraktor pada saat lelang terbukti tidak boleh / tidak bisa menambahkan item pekerjaan baru terutama pada sistem e-proc, maka ini akan menjadi dilematis akan kekurang-sempurnaan sistem e-proc.
mohon bantuan untuk ppengadaan barang dan jasa,, ada bbrp items y addendum krna diskontinue atau naik bet/kode/spek. brg memang seharusnya diganti dgn yg setara atau spek lebih baik,, namun apakah masalah HARGA barang pengganti HARUS lbh diatas hrga penawaran sebelumnya? terima kasih
Utk kondisi seperti itu, ada tiga pilihan, yaitu :
1. Mengganti spek dg setara – maka harga tetap
2. Mengganti spek dg yg lebih tinggi – maka harga berubah menjadi naik
3. Mengganti spek dg yg lebih rendah – maka harga berubah menjadi turun
Pak Budi kebetulan saya punya kasus,
kemarin saya patok ulang bersama ppk n rekanan, tetapi tiba2 PU mengeluarkan perubahan master plan padahal sdh selesai lelang. maka lokasi dipindahkan kira2 20 m. dri lokasi semula tetapi mengakibatkan masalah baru.
1. Design lokasi awal gedung tdk siap meninggalkan pekerjaan kozen,cat n plafond. karena posisi gedung ditempat yang landai sehingga harus banyak timbunan dan dibuatkan tembok penahan.
2. dilokasi baru kondisi tanah rata berarti timbunan site tdk perlu dan tembok penahan tidak perlu maka dana timbunan n tembok penahan tdi d alihkan utk pek. kozen,plafond n cat sehingga gedung selesai.
yang jadi pertanyaan. Apakah bisa dilakukan adendum sementara jenis kontrak Ls.
apakah boleh menambah item pekerjaan seperti kozen,cat dan plafond sementara di kontrak awal item trsbt tdk ada.
siapa yang membuat dokumen adendum, seperti RAB, dan Gambar Kerja. karena pada kasus saya kontraktor tdk mau membuat dgn alasan bukan diakibatkan kesalahan mereka.
Trims jawabannya pk.Budi kiranya segera d jawab karena masalah ini harus terselesaikan mengingat batas wktu pekerjaan hanya sampai bulan 12.
oh ya.. jenis pekerjaan membuat gedung kantor dan paket lelang.
Pertanyaan ini sdh cukup banyak. Prinsipnya walaupun kontrak lump sum, tapi jika stlh proses lelang terjadi perubahan apalagi oleh pihak owner, maka dapat dilakukan addendum. Sehingga adanya pengurangan pekerjaan karena pemindahan lokasi dapat dilakukan. Serta penambahan item pekerjaan boleh dilakukan. Hal yg perlu diperhatikan adalah item pekerjaan baru harus dilakukan negosiasi harga satuan. Kontraktor tidak mau karena kemungkinan ingin mendapatkan lebih dan atau tidak mengerti prinsip lump sum. Jadi bukan masalah kesalahan mereka, tapi karena perubahan yang dikehendaki oleh pihak dari owner. Kasus ini cukup jelas dan tidak perlu ragu. Semoga membantu.
Pak mohon arahannya, untuk eskalasi harga, apakah untuk pekerjaan kurang menggunakan eskalasi harga? Terima kasih.
Salam,
Eskalasi dapat berlaku pada pekerjaan sesuai kontrak, maupun pada pekerjaan tambah. Sedangkan pada pekerjaan kurang tidak berlaku. Hal ini karena eskalasi harga berlaku unsur waktu sejak kontrak sd waktu tertentu dalam pelaksanaan proyek. Pada pekerjaan kurang, krn tidak jadi dilaksanakan, maka otomatis unsur waktu menjadi hilang.
[…] 1. Lump sum tidak boleh pekerjaan tambah tapi boleh pekerjaan kurang? […]